Jumat, 18 April 2014

Jurnal 5

                                          ABSTRACT
 
Self-efficacy (beliefs about one’s ability to accomplish specific tasks) influences the tasks employees choose to learn and the goals they set for themselves. Self-efficacy also affects employees’ level of effort and persistence when learning difficult tasks. Four sources of self-efficacy are past performance, vicarious experience, verbal persuasion, and emotional cues. 
 
Link: http://www.nationalforum.com/Electronic%20Journal%20Volumes/Lunenburg,%20Fred%20C.%20Self-Efficacy%20in%20the%20Workplace%20IJMBA%20V14%20N1%202011.pdf

Jurnal 4

                                                                      Abstract
According to self-efficacy theory, self-efficacy—defined as perceived capability to perform a behavior—causally influences expected outcomes of behavior, but not vice versa. However, research has shown that expected outcomes causally influence self-efficacy judgments, and some authors have argued that this relationship invalidates self-efficacy theory. Bandura has rebutted those arguments saying that self-efficacy judgments are not invalidated when influenced by expected outcomes. This article focuses on a contradiction in Bandura’s rebuttal. Specifically, Bandura has argued (a) expected outcomes cannot causally influence self-efficacy, but (b) self-efficacy judgments remain valid when causally influenced by expected outcomes. While the debate regarding outcome expectancies and self-efficacy has subsided in recent years, the inattention to this contradiction has led to a disproportionate focus on self-efficacy as a causal determinant of behavior at the expense of expected outcomes. 

Link: http://psr.sagepub.com/content/14/4/417.refs

Jurnal 3

                                               Abstract

The researchers examined the relationship between job stress and job satisfaction among a random sample of 133 industrial and technical teacher educators. Correlational analysis revealed a strong inverse relationship between the constructs, with stressors related to lack of organizational support being more strongly associated with job satisfaction than stressors related to the job itself were. There also were significant differences (p ≤ .05) in correlations between job satisfaction and frequency of stressors and correlations between job satisfaction and intensity of stressors, suggesting that frequency of stressors had a greater impact on participants' job satisfaction than did intensity of stressors. These results have implications for addressing job stress and job satisfaction in higher education. 

Link: http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JCTE/v20n1/brewer.html

Jurnal 2

Abstract

Empirical research on workaholism has been hampered by a lack of consensus regarding the definition and appropriate measurement of the construct. In the present study, we first review prior conceptualizations of workaholism in an effort to identify a definition of workaholism. Then, we conduct a meta-analysis of the correlates and outcomes of workaholism to clarify its nomological network. Results indicate that workaholism is related to achievement-oriented personality traits (i.e., perfectionism, Type A personality), but is generally unrelated to many other dispositional (e.g., conscientiousness, self-esteem, positive affect) and demographic (e.g., gender, parental status, marital status) variables. Findings are mixed regarding the relationship between workaholism and affectively laden variables, which speaks to the complex nature of workaholism. Results also show that workaholism is related to many negative outcomes, such as burnout, job stress, work–life conflict, and decreased physical and mental health. Overall, results provide solid evidence that workaholism is best conceptualized as an addiction to work that leads to many negative individual, interpersonal, and organizational outcomes. 

Link: http://jom.sagepub.com/content/early/2014/02/28/0149206314522301.full

Jurnal 1

                                                        Abstract
This article investigates the relationship between job stress and job satisfaction. The determinants of job stress that have been examined under this study include, management, role, relationship with others, workload pressure, homework interface, role ambiguity, and performance pressure. The sample consists of a public university academician from Klang Valley area in Malaysia. The results show there is a significant relationship between four of the constructs tested. The results also show that there is significant negative relationship between job stress and job satisfaction. 
 
 
Link: http://ejournal.narotama.ac.id/files/A%20Study%20of%20Job%20Stress%20on%20Job%20Satisfaction%20among%20University.pdf

Kamis, 24 Januari 2013

Zone of Death

 

          "Everyone wants go to heaven, but no one wants to die"


Hai guys! Longtime no see :) are you good? In this my fourth articles, I'll talk about the "Zone Of Death" alias zona nyaman! 

pertama-tama saya akan membahas apa itu zona nyaman. Why I called it zone of death ? I'll explain later.

hey people, don't you remember that we live only once?
Kita hidup di dunia ini cuma sekali, dalam sekali itulah kita akan menggambar dan mewarnai hidup seperti yang kita inginkan, seperti yang kita inginkan!. Mau hidup penuh petualang seru yang menyenangkan? then be it!. Mau hidup penuh gejolak asmara romantika percintaan bla-bla-bla? then be it!. Mau hidup penuh keharmonisan dan kebahagiaan hakiki serta dekat dengan Tuhan? then be it!. Mau hidup penuh dengan kesuksesan dan kekayaan melimpah ruah? then be it!. MAU KULIAH DI UBAYA DENGAN SANTAI DAN DAPAT IP 3? I know it's hard but then be it!

Kita semua punya mimpi punya kehidupan seperti diatas kan? ya kan? dan berapa orang dari kita yang sedang benar-benar mengejar dan merealisasikan mimpinya? Dan berapa orang lagi yang saat ini sedang santai-santai menghabiskan waktunya dengan nonton dvd, game online, shopping, hibernasi, dll?

Kenyataannya, kebanyakan dari kita lebih suka cuap-cuap daripada berbuat. Kebanyakan dari kita lebih suka meminta daripada berjuang. Kebanyakan dari kita lebih suka diam daripada melangkah. Diam dan duduk menikmati zona nyaman mereka masing-masing. Dan pada akhirnya mereka berkata "Hidupku gini-gini aja, nothing special".  Dan untuk mereka yang mengatakan itu, saya turut berduka, may God bless you. :)

Oke saya jelaskan, ZONA NYAMAN adalah sebuah titik dimana seseorang memiliki tingkat kecemasan yang paling rendah. Seseorang yang dihadapkan dengan kesempatan, namun tidak diambil, yang biasanya dikarenakan takut dengan konsekuensinya.

Lihat bagan dibawah.

PAIN------------------------COMFORT ZONE--------------------PLEASURE


PAIN, COMFORT ZONE, and PLEASURE adalah tiga hal yang sangat berbeda. Jangan menyalah artikan COMFORT sama dengan PLEASURE. Zona nyaman berada ditengah-tengah antara PAIN dan PLEASURE. Tepat diposisi anda tidak merasakan apa-apa, tidak sakit, namun tidak senang juga.

Zona nyaman adalah gelembung kenyamanan imajiner yang diciptakan otak kita untuk mencegah, menahan, dan menghambat kita untuk melakukan sesuatu yang beresiko, seakan-akan kondisi sekarang sudah cukup, dan tidak perlu bersusah-susah mempertaruhkan sesuatu untuk hal yang tidak pasti. Sedangkan menembus gelembung zona nyaman memang akan selalu membuat kita merasa cemas, takut, dan sakit.

Contoh Konkrit : Seorang wanita obesitas ingin kurus, akhirnya dia berniat untuk menjalani program diet. Kemudian wanita tersebut menyusun jadwal olahraga yang dimulai esok paginya. Jadwal sudah dibuat, hari sudah pagi, namun wanita tersebut merasa malas untuk bangun dan berangkat berolahraga. Seakan ada yang membisiknya "Dietnya mulai besok aja ya, sekarang masih ngantuk, lagian olahraga bikin capek kali, nanti pasti sakit semua, cari obat diet aja deh" dan wanita itupun kembali tertidur pulas kedalam selimut zona nyamannya.

Contoh lainnya : Coba bayangkan kita sedang berada di kelas, dosen mengajar dengat sangat antusias. Tidak lama berceramah, tiba-tiba dosen memberikan pertanyaan kepada seluruh mahasiswa tentang sesuatu yang sudah dijelaskannya. Pertanyaan ini tidak mudah, kita sedikit ragu akan jawaban yang sudah kita punya di kepala kita. Dosen menambahkan bahwa siapapun yang dapat menjawab pertanyaan ini akan mendapat nilai tambahan di mata kuliah ini. Sebenarnya kita ingin sekali menjawab dan mendapat nilai tambahan, tapi apa daya kita tidak begitu yakin dengan jawaban kita sendiri. Otak kita dalam kurun waktu dibawah 5 detik langsung memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Berikut isi ramalan otak kita :
  
1. kita menjawab, salah, satu kelas mentertawakan kita.
2. kita menjawab, salah, satu kelas melihat kearah kita dengan pandangan iblis.
3. kita menjawab, tidak benar tidak salah, dosen diam, satu kelas hanya melihat.
4. kita menjawab, BENAR!, sekelas tertegun, dapat nilai tambahan.
5. kita tidak menjawab, semua tenang, semua senang, nothing happens.

Sekarang coba kita ingat kembali ketika kita benar-benar dalam situasi tersebut, dan apa yang biasanya kita lakukan? Sekarang anda benar-benar mengerti cara kerja zona nyaman kan :)


 "The best way to kill, is to let the victims don't even realize that they were dying "


Zona nyaman telah membunuh kita tanpa kita sadari, ya, membunuh!. Cara  untuk menyadari adalah dengan melakukan Time Travels. Oke sekarang saya minta anda benar-benar masuk ke dunia 30-40 tahun yang akan datang dari sekarang, jika anda terus dan terus melakukan kegiatan-kegiatan yang biasa anda lakukan saat ini...

Lihat apa yang terjadi dengan diri anda.

Apa yang sedang anda lakukan?

Puaskah anda dengan hidup anda?

Bagaimana penampilan anda?

Siapa keluarga anda?

Apa pekerjaan anda?

Sukseskah anda?

Bahagiakah anda?

You had the answer. :)

Sekarang sudah tahu kan apa yang akan terjadi jika kita terus mengikuti zona nyaman kita? seakan kita tidak sakit, seakan kita tidak ada masalah, seakan kita selalu aman dibawah perlindungan gelembung imajiner rasa "nyaman"

 

          "Everyone wants the rewards, but no one wants to pay the price"


Guys seriously, kalau kita mengiginkan sesuatu, kita harus berjuang untuk mendapatkannya, bukannya malah meminta dan menuntut seperti balita yang menyebalkan. Cukup sudah kita bergantung dengan orang tua, pacar, teman, dosen, dll.
Mau kurus? DIET! Mau pintar? BELAJAR! Mau sixpack? WORKOUT! Mau punya pacar? USAHA! Mau Kaya? KERJA! Simpel kan ?
Memang saat kita mulai menjebol gelembung imajiner zona nyaman, rasa sakit, kecemasan, dan ketakutan selalu menyelimuti, namun jika kita berhasil bertahan melawan dan menaklukkan zona nyaman, saat itulah kita berhasil menjadi pribadi dengan kualitas terbaik. Jika anda gendut dan ingin kurus, coba potosop tubuh anda menjadi kurus dan seksi, kemudian print dan tempelkan di cermin kamar anda, setiap hari anda melihatnya dan setiap hari pula anda melawan zona nyaman anda. you know it's all worth it, right? :)

Semakin kita terbiasa melawan zona nyaman, hal yang biasanya kita anggap "nyaman" mulai tidak nyaman lagi bagi anda. Saat itulah anda sadar value anda meningkat. Perubahan tidak perlu drastis kok, asal stabil, kerja keras anda pasti terbayar. dan "real value" akan tumbuh bersama anda.

Anda sendiri lah yang menentukan, apakah hidup anda membosankan, atau kehidupan penuh tantangan dan kemenangan.

                   "You're the architect of your own life"


Yap selesai sudah artikel saya tentang zona nyaman ini, terima kasih sudah membaca, dan semoga membantu. Love you all. :)
Stay tuned with me on twitter @hasanaskari7



Minggu, 07 Oktober 2012

Value, Value, Value.


"Gue uda ngasih apapun buat dia, perhatian, beliin tas, sepatu, sex toys favoritnya, nganter-jemput, selalu dengerin curhatannya, kok dia masih ga suka sama gue sih ? malah ngejar cowok berengsek yang ga peduli sama dia!" kata seseorang yang kemudian bunuh diri.

Oke para pembaca sekalian, lama tidak menulis, akhirnya saya berniat menyampaikan sesuatu yang akan sangat teramat bermanfaat bagi kita semua, apaan San ? VALUE. Let's get it on !

What is value ? ada yang tau apa itu value ? ya, value adalah nilai, nilai yang melekat pada setiap benda, binatang, dan bahkan manusia. "TV ini harganya mahal, karena layarnya lebar dan bisa untuk nonton 3D". "TV ini murah banget, soalnya layarnya kecil, hitam putih pula". Itu adalah contoh bagaimana value melekat pada benda. Nah yang jarang terpikirkan di sini adalah VALUE pada manusia... pernah tidak anda menanyakan value diri anda sendiri berapa ? hmmm... oke sekarang saya tanya kepada para pembaca sekalian, jawab dengan sejujur-jujurnya kepada diri anda sendiri, Berapakah value diri anda sendiri ?...
Sudah terjawab ? next question, darimanakah value tersebut anda peroleh ?...
Oke, mungkin sebagian ada yang bisa menjawab dengan cepat, dan sebagian lain ada yang harus berpikir keras untuk menemukan jawabannya, right ? ;)

Value itu ada 2, Value external, yaitu value yang kita miliki BUKAN karena usaha dari diri kita sendiri, contoh : kemapanan orang tua yang bikin kita ikut mapan, kecantikan atau ketampanan fisik karena bawaan gen. Satunya lagi adalah Value internal, yaitu value yang kita miliki karena usaha kita sendiri, contoh : mempunyai skill Leadership, jago masak, jago nyanyi, jago bersenggama, dll. Jika sebelum ini anda (laki-laki) masih berpikiran bahwa wanita hanya mau sama pria yang mapan atau tampan, silahkan mengoreksi pemikirannya. Jika anda (wanita) masih berpikiran bahwa pria itu maunya sama yang cantik dan seksi-seksi saja, saya setuju dan memang itu yang terjadi. TAPI ! jangan bilang hanya wanita cantik akan mendapatkan pria berkualitas, karena saya sebagai laki-laki juga sudah membuktikan sendiri, bahwa ada yang membuat kecantikan seorang wanita pudar seketika, yes, the brain, atau mungkin attitude-nya yang menyebabkan hal itu terjadi.

Nah sekarang coba pikirkan baik-baik, apa kegunaan dari value diri tersebut?
Menurut Ronald Frank dalam  artikelnya, Value adalah sesuatu yang akan menarik orang lain kepada diri anda. Saya ulangi, Value adalah sesuatu yang akan menarik orang lain kepada diri anda. Jadi kenapa anda punya banyak atau sedikit teman ? atau punya atau tidak punya pasangan ? YES ! it's because your value, value as human being. Got it ?
Sudah paham konsepnya ya ? lanjut sob :)
Setelah kita sudah mengerti tentang value, apa yang harus kita lakukan ? ya jelas tingkatkan value setinggi mungkin ! dengan punya value tinggi, kita akan otomatis punya banyak sesuatu untuk diberikan ke orang lain, dimana semakin banyak memberi, anda akan menjadi orang yang berguna bagi orang lain.

Karena saya sedang berbaik hati, saya akan membeberkan contoh tentang bagaimana value bekerja dalam diri kita.

1. Value dapat bertambah jika menambah kelebihan yang ada pada diri kita.
2. Value dapat berkurang jika kita kehilangan kelebihan yang dulu kita punya.
3. Value dapat berkurang jika kita memiliki "value dropper" atau pengurang value.
4. Value akan terlihat lebih tinggi jika kita tidak berusaha menampakkannya.
5. Value akan JATUH seketika jika kita berusaha membuat orang lain tahu value kita. (show off)
6. Semakin tinggi value kita, semakin mudah orang lain akan tertarik dengan kita.
7. Semakin rendah value kita, semakin mudah orang lain untuk meninggalkan anda.

                           "a man with value never display his value" - Ronald Frank

Dan terakhir, saya akan berikan gambaran kecil tentang increasing or decreasing internal value .
Berikut adalah sebagian value laki-laki dimata wanita yang sedikit banyak sudah saya validasi dengan beberapa survey. Skor dibawah ini tidak mutlak, beda yang melihat beda juga nilainya, ini hanya contoh dan generalisasi.

Value yang dimiliki laki-laki dimata wanita:
  • FUN / Humoris. +10
  • Percaya Diri ( bukan narsis, ingat ya ). +5
  • Mempunyai Leadership Skills. +5
  • Mempunyai Passion ( apapun itu ). +3
  • Mempunyai Semangat Hidup. +3
  • Mempunyai Direction / Arah / Tujuan hidup. +3
  • Good Communicator. +3
  • Famous. +3
  • Smart. +3
  • Powerful. +3
  • Wangi. +3 
  • Pemusik ( especially guitarist ). +3
  • Misterius ( tidak berlebihan ya ). +3
  • Merawat Diri (rambut, kuku, bulu hidung, dll ). +2
  • Well Dressed. +2
  • Berpenghasilan. +2
  • Responsibilities +2
  • Have Guts to tell the truth. +2
  • Jago Olahraga (futsal, basket, voli,dll). +2
  • Punya banyak teman +2
  • Open Minded. +2
  • Advanturous +1
  • Nafas Segar. +1
  • Care. +1
  • Penyayang binatang. +1
  • Rapi. +1
  • On Time. +1
  • Peaceful. +1
  • Postur Tubuh Ideal / Sixpack. +1
  • Punya Komunitas Khusus. +1
  • Jago Masak atau keahlian-keahlian khusus berguna lainnya. +1
  • Jago Guitar Hero, Game Online, Game Timezone, dan keahlian khusus tidak bermanfaat lainnya. +0 
  • Tidak wangi namun tidak bau badan. +0
  • Keras. -2
  • Suka Berbohong. -2
  • Feminim / Metroseksual. -2
  • Suka meludah dan kegiatan-kegiatan aneh merugikan lainnya -2
  • Jayus. -3
  • Pesimis. -3
  • Fools. -3
  • Kasar. -3
  • Lebay. -5
  • Show-off lover. -5
  • Bau Mulut. -10
  • Bau badan sengak ( fatal ). -15
Dan untuk value wanita di mata laki-laki, tidak akan saya sebarkan disini. ha-ha-ha

Oke, So guys, apa kalian masih mau menggaet pasangan dengan cara lama ? seperti ucapan seorang pria putus asa di awal artikel ini ? atau mengembangkan dan meningkatkan value diri untuk menarik orang lain sebanyak-banyaknya ? Jawabannya terserah anda sendiri. :) 
Oh iya, sebelum saya pamit, saya pesan satu hal, setelah anda meningkatkan value, jangan lupa untuk DOING YOUR VALUE! Apa maksudnya ? jika value anda tinggi, maka berlakulah seperti orang ber value tinggi. Juga jangan berperilaku seperti orang ber value tinggi saat value anda tidak setinggi itu, karena orang lain yang melihat akan geram melihat anda yang sok. Oh ya! Jangan pernah membuang value anda demi menarik simpati orang lain! Terutama bagi laki-laki, jangan buang value hanya untuk mendapat simpati wanita yang anda idamkan, seriously, this is your life dude! Stop saying you can't live without her anymore, Yes you can ! jangan lebay !

Well, selesai sudah artikel saya yang ke-3 ini. Semoga bermanfaat. And feel free to ask or leave a comment. Terima kasih. :)